First Watching Isyana's Live Performance: Music and Cigarette

Assalamualaikum...

Setelah beberapa lama tidak menulis entri baru, kali ini ada sebuah entri baru di blog ini yang menurut saya menarik untuk dibahas. Tentu saja, terbuka kesempatan bagi para pembaca untuk berkomentar karena saya pikir pembahasan kali ini memang akan dapat mengundang berbagai komentar. Jadi, selamat membaca...

Jadi, pada suatu hari saya mendapat informasi bahwa Isyana Sarasvati akan tampil di Rumah Kongkow, sebuah kafe di wilayah Rawamangun, Jakarta Timur pada 27 Agustus 2016. Karena saya belum pernah melihat penampilannya secara langsung, saya memutuskan untuk menghadiri acara tersebut. Oleh karena itu, saya mulai berangkat dari rumah sore hari itu, turun di Stasiun Klender, kemudian melanjutkan perjalanan ke tempat tersebut.

Sumber: https://pbs.twimg.com/media/Cq1f6zsUEAEQ_3x.jpg

Ini menjadi pengalaman pertama saya melihat penampilan Isyana secara langsung. Namun kali ini, saya tidak akan membahas penampilan Isyana di atas panggung acara tersebut. Saya berencana akan menulis tentang itu nanti. Yang akan saya bahas kali ini adalah kaitan antara industri musik dengan industri rokok.

Ya, pada gambar di atas Anda dapat melihat tanda 18+ yang dilingkari, tulisan "Bawalah KTP/SIM", dan sebuah alamat website yang dari namanya, Anda tentu dapat mengira itu terkait dengan sebuah produk. Benar sekali, produk tersebut adalah produk rokok dari salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia. Jadi, saya mendatangi sebuah acara musik yang disponsori oleh produsen rokok.

Ketika saya masuk ke dalamnya, saya sudah mengira bahwa saya akan menemukan banyak kepulan asap rokok. Bahkan, sudah disediakan asbak di hampir semua meja yang ada di dalam kafe. Saya juga tidak kaget ketika melihat sales promotion girl (SPG) yang berkeliling menjajakan rokok. Dengan halus, saya menolak tawaran tersebut. Ya, selain karena saya tidak merokok, saya datang bukan untuk merokok, melainkan untuk melihat penampilan Isyana.

Ketika akhirnya Isyana naik ke atas panggung pada pukul 9 malam lebih sedikit, saya melihat banyak orang yang tidak merokok sibuk memotret dan merekam Isyana. Kenyataannya, perokok di acara tersebut lebih sedikit daripada nonperokok. Walaupun saya tidak tahu jumlah orang yang menghadiri acara tersebut, dapat terlihat dengan jelas bahwa orang-orang tersebut, termasuk saya, datang ke acara tersebut bukan karena antusiasme terhadap rokok, melainkan antusiasme terhadap Isyana.

Nah, dari pemaparan singkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bintang tamu dalam suatu acara musik yang disponsori oleh produsen rokok tidak berpengaruh dalam penjualan rokok, khususnya ketika acara tersebut berlangsung. Hal itu disebabkan sang bintang tamu tidak mempromosikan produk rokok yang diproduksi sang produsen rokok dalam acara tersebut. Produsen rokok yang menjadi sponsor acara tersebut juga tidak menjual produk mereka secara terang-terangan, apalagi membagi-bagikannya secara gratis. Namun, hal itu tidak menyurutkan produsen rokok untuk berlomba-lomba menjadi sponsor acara musik. Mengapa?

Dari sisi produsen rokok, mereka perlu meningkatkan penjualan rokok mereka. Jika hanya mengandalkan penjualan secara konvensional (melalui warung, pedagang asongan, atau konter makanan), jumlah pemasukan yang mereka dapat tentu tidak sebesar yang mereka harapkan. Apalagi mengingat harga tembakau yang cukup murah, yaitu 26 ribu per kilogram menyusul isu kenaikan harga rokok sebesar Rp 50.000,- (sumber). Mereka tentu dapat memperoleh pemasukan yang lebih besar lagi apabila mereka masuk ke sektor-sektor industri yang dapat menggerakkan banyak orang.

Sektor-sektor industri tersebut yang paling ideal adalah olahraga dan musik. Namun, pemerintah Indonesia melalui PP 109/2012 telah melarang produsen rokok memasang logo dan menampilkan nama produk pada acara yang disponsori (sumber). Sehingga, ruang gerak produsen rokok tersebut menjadi terbatas. Oleh karena itu, mereka menyiasatinya dengan masuk ke sektor industri musik yang memang belum diatur oleh pemerintah. Mereka menjadi sponsor acara musik yang menampilkan banyak musisi terkenal yang akan mengundang banyak orang untuk datang. Pada saat itulah, mereka bisa memperkenalkan produk rokok mereka, terutama dalam penyebutan sponsor-sponsor yang terlibat dalam acara tersebut.

Dari sisi musisi atau artis, manajemen mereka tentu harus mencarikan lahan pekerjaan untuk artisnya, salah satunya adalah tur konser musik. Tidak jarang, mereka harus menawarkan proposal kepada calon-calon sponsor yang diharapkan akan mendanai tur konser sang artis. Gayung bersambut, produsen rokok menjadi salah satu pihak yang paling sesuai untuk diajak bekerja sama. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan manajer band Barasuara (sumber). Atau, produsen rokok mensponsori sebuah acara musik yang diatur oleh sebuah event organizer yang mendatangkan musisi-musisi terkenal. Mirip seperti produsen rokok yang tidak cukup hanya mengandalkan penjualan rokok secara konvensional, musisi juga tidak cukup hanya mengandalkan penjualan album musik mereka secara konvensional, yaitu melalui titip edar di toko-toko musik. Apalagi setelah banyak toko musik tumbang, salah satunya Disc Tarra yang tutup pada awal tahun ini, tentu membuat manajemen artis dan label mencari cara untuk menjual album musik. Walaupun sekarang banyak aplikasi streaming lagu yang mendatangkan keuntungan untuk artis, mereka tentu akan mendapat lebih banyak keuntungan potensial lewat keterlibatan produsen rokok dalam acara musik yang mereka isi. Ya, para musisi tersebut tentu ingin terus melangsungkan kehidupan mereka. Dengan tidak sehatnya industri musik Indonesia, produsen rokok menjadi pemberi solusi bagi masalah yang dihadapi oleh para musisi Indonesia.

Lalu, bagaimana seharusnya pihak-pihak yang terlibat menyikapi fenomena ini? Dari sisi produsen rokok, mereka tidak boleh terang-terangan dalam memperkenalkan produk mereka. Ketika mereka menjadi sponsor sebuah acara musik, mereka tidak boleh membagi-bagikan rokok secara gratis kepada hadirin dan semua orang yang terlibat, termasuk musisi atau artis yang menjadi pengisi acara. Mereka harus menggunakan cara-cara yang lebih halus, salah satunya melalui SPG. Kita dapat menolak tawaran rokok dari SPG tersebut dengan halus. Dengan sudah menjadi sponsor saja, orang-orang juga sudah mengetahui produk rokok dari perusahaan yang menjadi sponsor tersebut. Hadirin yang datang harus diberi kebebasan untuk menikmati acara musik tersebut tanpa paksaan untuk merokok. Bagi yang merokok, silakan merokok dan jangan menawarkan rokok dengan paksa kepada yang tidak merokok. Bagi yang tidak merokok, silakan menonton tanpa perlu menyindir atau bersikap kasar kepada yang merokok. Jika memang tidak suka dengan asap rokok, lebih baik tinggalkan acara musik tersebut.

Dari sisi musisi atau artis, mereka tidak boleh memaksakan penggemar mereka untuk merokok. Mereka juga harus menunjukkan bahwa mereka tidak merokok. Banyak penyanyi tahun 80-an dan 90-an yang merokok agar suara mereka terdengar berat karena pada masa itu, musik rock dan turunannya sedang populer. Hasilnya, banyak di antara mereka yang mengalami gangguan kesehatan, salah satunya rusaknya gigi. Fenomena di masa silam tersebut tidak boleh ditiru oleh musisi masa kini. Lagipula, dengan banyaknya media massa saat ini, terutama yang berbasis digital yang dapat menerbitkan berita terbaru dalam hitungan detik, hampir tidak ada celah bagi musisi, artis, atau figur publik untuk menyembunyikan perilaku-perilaku negatif. Cepat atau lambat, perilaku-perilaku negatif seperti merokok yang dilakukan oleh seorang musisi atau artis akan diketahui oleh publik. Mereka juga harus bersikap seperlunya dalam acara musik yang disponsori oleh produsen rokok. Kita dapat menoleransi apabila sang musisi meneriakkan slogan-slogan yang terkait dengan acara tersebut, tetapi toleransi tidak dapat diberikan apabila ia mulai menjurus pada penyebutan produk rokok yang diproduksi oleh produsen rokok yang menjadi sponsor acara tersebut.

Kesimpulannya, pada saat ini terjadi simbiosis mutualisme antara produsen rokok dengan musisi. Kedua belah pihak tentu memiliki kepentingan masing-masing, tetapi situasi yang mereka hadapi serupa, yaitu keterbatasan-keterbatasan yang mereka hadapi dalam industri mereka masing-masing. Oleh karena itu, mereka bekerjasama melalui acara musik. Untungnya, kerja sama ini sampai saat ini tidak bersifat memaksa antara kedua belah pihak. Tidak ada paksaan pula kepada hadirin acara musik untuk membeli produk rokok dari sang produsen rokok. Sehingga, semua pihak yang terlibat dalam acara musik tersebut dapat kembali pada fitrah acara musik, yaitu media suguhan penampilan musik yang memukau dan mengagumkan dari musisi yang menjadi pengisi acara.


Wassalamualaikum...

Bekasi, 28 Agustus 2016

Komentar